AMBON,MRNews.com,- Sekretaris DPRD Kota Ambon, Elkyopas Silooy kembali membuat kebijakan yang mendatangkan masalah. Seakan tidak suka dengan keberadaan wartawan yang bertugas di DPRD, Sekwan lantas membatasi sejumlah wartawan untuk duduk di meja dan kursi yang dikategorikan “tamu khusus” yang berada di areal gedung DPRD.
“Jadi pas katong (kita-red) ada duduk di kursi, tiba-tiba pegawai piket DPRD datang lalu user (suruh) beta dan teman badiri (berdiri). Karena katanya perintah pimpinan bahwa tempat ini untuk tamu khusus. Padahal di meja lainnya bertuliskan tamu khusus, ada pegawai DPRD yang juga duduk. Aneh saja koq bisa begitu,” cerita Zainal Patty, wartawan Harian Kabar Timur, korban kebijakan tamu khusus Sekwan dalam dialek Ambon.
Pasca kejadian ini, sontak membuat sejumlah wartawan yang pos di DPRD, mengadukan kebijakan “aneh” Sekwan Elkyopas Silooy kepada pimpinan DPRD, Rustam Latupono. Setelah mendengar kronologis, Latupono langsung “menyemprot” Sekwan melalui sambungan teleponnya, disaksikan wartawan yang berada di ruang kerjanya, dengan menilai kebijakan yang dilakukan Sekwan salah besar.
“Sekwan beta ingatkan saja, sapa saja yang mau duduk disitu, silahkan. Tidak ada yang bisa larang. Itu rakyat pung hak juga untuk duduk. Jangan beda-bedakan.
Gedung DPRD milik semua rakyat tanpa membeda-bedakan. Mau jadi apa lembaga ini, kalau ada larangan-larangan semacam itu. Kalau ada wartawan duduk, lalu pegawai yang suruh berdiri khan efeknya seng (tidak) bagus juga,” marah Latupono.
Diakui Latupono, Sekwan beralasan kalau kursi dan meja tersebut diperuntukan apabila ada tamu dari SKPD, mitra DPRD, tamu luar daerah datang mereka yang akan menempatinya. Namun, kalau wartwan dan siapapun dilarang menempatinya. Alasan ini pun ditentang Latupono dan Sekwan lantas dihardik, apalagi pegawai yang bertindak menyuruh wartawan tidak boleh duduk di kursi.
Bagi Latupono, baik tukang becak, tukang ojek, penyapu jalan, maupun wartawan semua punya hak yang sama untuk duduk di gedung ini. Karena juga milik mereka dan dari mereka pula ada dewan. Apalagi, wartawan juga pihak yang membantu publikasi dan informasikan kerja DPRD agar masyarakat bisa tahu dan pahami.
“Dinas berbeda, tidak boleh samakan dengan lembaga rakyat ini. Sekali lagi, DPRD tidak bisa diperlakukan sama dengan dinas/SKPD, jangan samakan lalu pakai larangan yang tidak masuk akal. Tidak boleh ada batasan, apalagi hanya sekedar duduk di kursi. Guna apa kita pengadaan, tapi seperti itu perlakuannya.
Jangan karena hal ini, lalu akan jadi masalah par katong. Siapapun baik tukang becak, tukang ojek, penyapu jalan semua orang punya hak sama di DPRD,” tegas Latupono kepada Sekwan yang langsung diamininya.
Bahkan sebagai pimpinan DPRD tambah Latupono, pihaknya telah mengusulkan sejak lama untuk menyediakan media center bagi wartawan sehingga wartawan bisa fokus di satu tempat untuk bekerja dan aktivitas. Tetapi faktanya tidak pernah ditindaklanjuti Sekwan.
“Khan sudah penegasan untuk media center itu wajib disediakan bagi wartawan. Ini sudah disampaikan sejak lama. Tapi tidak pernah ditindaklanjuti Sekwan. Kalau ada, khan lebih enak dan semuanya nyaman, tidak terjadi begini,” paparnya.
Kecaman terhadap kebijakan Sekwan, Elkyopas Silooy juga datang dari legislator asal PPP, Rovik Affifudin. Dia menilai, apa yang dilakukan Sekwan sama sekali salah dan tidak boleh, alalagi sampai tidak membolehkan wartawan duduk di kursi.
“Saya wakil rakyat yang bisa disini karena wartawan juga. Tidak boleh ada seperti itu. Saya berkepentingan dengan media, tidak boleh ada batas-membatasi. Kalau ruang pimpinan, Sekwan, atau ada rapat-rapat tertentu yang secret dan belum final, wajar saja batasi. Tapi ini, jangan lah.
Karena tugas-tugas, rapat dan kegiatan DPRD dipublikasi wartawan. Baiknya, ada media center sehingga aktivitas wartawan terpusat,” tegas Rovik.
Kecaman demikian juga datang dari legislator PKS, Saidna bin Thahir yang menilai wartawan tidak boleh diperlakukan demikian, karena wartawan bagian dari masyarakat dan punya hak sama, datang dan duduk di gedung rakyat ini. Apalagi, wartawan adalah mitra DPRD.
“Pertanyaannya, apa dasar Sekwan larang wartawan duduk di kursi,? pasti tak masuk akal. Ini preseden buruk bagi publik, kalau ada segregasi begitu. Siapa tamu khusus,? tidak ada. Semua sama. Makanya penting Sekwan sediakan media center bagi wartawan. Sekali lagi, tidak boleh ada pelarangan. Pimpinan dan anggota DPRD tidak pernah melarang wartawan kecuali rapat penting dan di ruang pimpinan,” kesal Saidna. (MR-05)