by

Jalankan SOP, RSU Bakti Rahayu Bantah Tolak Pasien

AMBON,MRNews.com,- Pihak RSU Bakti Rahayu yang berlokasi di Batu Gajah Kecamatan Sirimau membantah terkait berita penolakan terhadap pasien Nimbrod Soplanit (28) warga RT 001/RW 01 Desa Soya yang datang untuk minta dilakukan tindakan medis. Sebab sesuai SOP, harus dilakukan asessment awal sebelum penindakan dengan tetap dikenakan biaya Rapid Rp 550 ribu bagi pasien umum.

Direktur RS Bakti Rahayu dr Maytha Pesik mengaku, memang pasien tersebut datang ke RS Bakti Rahayu sekitar jam 17.00-an usai pasien dari RS Sumber Hidup. Setelah dilakukan assesment oleh perawat di posko screening. Assesment itu bukan setelah dilakukan tindakan, tapi assesment dari mulai penerimaan pasien.

Pada saat assesment, lanjutnya, tidak ada tingkat ke-gawat daruratan yang dinilai dari perawat yang melakukan screening. Sehingga berita yang menyebut pasien datang dengan darah berlinang, bertumpah-tumpah tidak benar. Sebab didepan rumah sakit, posko screening tidak ada darah setetes pun.

“Pemberitaan itu sangat hiperbola, kami tidak menolak. Jadi memang pasien datang dengan keluhan kakinya terkena sabetan parang atau benda tajam. Dan memang teman-teman di ruang screening khan melakukan sesuai SOP. Karena mereka melihat tidak ada tingkat ke-gawat daruratan yang harus segera dilakukan penanganan terhadap pasien,” tukas Maytha kepada media ini di ruang kerjanya, Jumat (12/6).

Dirinya mengaku, kata tolak tidak tepat dan sangat miris bagi RS yang dipimpinnya. Sebab pihaknya tidak menolak pasien tersebut. Tetapi perawat mengarahkan ke rumah sakit lain, karena melihat tidak ada tingkat ke-gawat daruratan yang dapat memungkinkan pasien meninggal atau mengalami kritis. Jadi tidak untuk pulang.

Setelah diarahkan, kata Maytha, memang pasien memilih sendiri untuk pulang, bukan duduk diemperan sebagaimana yang diberitakan. Tetapi sebelumnya pasien meminta waktu berdiskusi dengan keluarga yang mengantar, apakah memang harus membayar biaya untuk Rapid tes atau tidak. Usai diskusi 15 menit, pasien dan keluarga menyampaikan tidak mau (Rapid tes).

“Karena tidak mau, kita arahkan ke RS Sumber Hidup tapi sudah kesana. Selanjutnya diarahkan ke RS Alfatah. Dengan kemungkinan di RS itu mereka punya Rapid bantuan stoknya masih ada. Ternyata keluarga tidak mau dan mereka memilih pulang. Dalam kondisi itu, kita lihat tidak ada tingkat kedaruratan. Pasien bisa diskusi, menunggu selama itu dan kondisi kebalutan dikakinya bersih, tak ada darah,” bebernya.

Maytha mengaku, pihaknya tidak membedakan pasien, tetapi mentriasa pasien sesuai kebutuhan pasien. Dan saat itu pasien belum ada tanda-tanda gawat darurat sehingga harus dimasukkan kedalam ruang UGD dan itu protap di RS Bakti Rahayu memang. Pasien datang harus melalui posko screening.

“Hasil screening menunjukkan tindakan selanjutnya. Reaktif kalau dalam tingkat ke-gawat daruratan akan kami tolong setelah itu kami rujuk. Kalau tidak menunjukkan tanda ke-gawat daruratan kita arahkan ke rumah sakit lain atau kita arahkan ke rumah untuk isolasi mandiri. Tapi kalau Rapid non reaktif, kita layani masuk seperti pasien pada umumnya,” jelasnya lagi.

Perawat di ruang screening tambah dia, juga sudah menggunakan APD level 3. Jadi kalau pasien dalam kondisi ke-gawat daruratan, pasien masuk tanpa adanya screening. Namun dalam kasus pasien tersebut, karena datang dengan kondisi sadar penuh, tidak ada tanda gawat darurat maka dilakukan protap yaitu screening, menanyakan persetujuan Rapid dan akhirnya seperti itulah.

Apalagi pihaknya baru mendapat bantuan alat Rapid tes kemarin sebanyak 20 box yang bisa untuk talangi 200 pasien. Dan sesuai kesepakatan bahwa memang pasien yang dibebas biayakan atau gratis Rapid apabila ada turun bantuan dan bantuan itu dialokasikan untuk pasien JKN-BPJS.

“Baru diberikan tadi. Rapid bantuan ini kita peruntukan untuk pasien JKN-BPJS sesuai arahan pa Sekda Maluku bahwa pasien JKN saja yang kita layani Rapid gratis. Pasien umum tetap kena biaya dengan pemikiran orang yang tidak masuk JKN-BPJS karena mempunyai uang dan mereka harus bisa bayar, menurut pa Sekda dan kami tetap mengikuti arahan beliau sesuai kesepakatan,” jelasnya.

Apakah termasuk pasien status ODP, PDP dan OTG juga Rapid gratis, dirinya mengaku prosedur tetap berjalan.

“Kalau saat pasien datang itu pasien melewati posko screening. Disitulah kita simpulkan ODP, PDP atau OTG. Kita lakukan dengan Rapid gratis bantuan. Jadi kalau BPJS, umum fasilitas yang diterima pasien. Tapi ODP, PDP, OTG khan status setelah kita screening, apakah mengarah ke COVID atau tidak. Tetapi tetap kita lakukan screening RDT, Rapid,” urai Maytha.

Disinggung tentang instruksi Gubernur agar rumah sakit tidak menolak pasien apapun, dia mengaku, menerima instruksi setelah kejadian pasien yang datang itu tapi melihat berita-berita di medsos dan TV, belum secara tertulis dan lisan.

“Kita lebih menekankan kepada kesepakatan dengan pa Sekda karena beliau mendengar semua keluhan yang kami sampaikan dan beliau mengambil keputusan seperti itu. Tapi jika ada instruksi menuju ke instansi, kami akan tindaklanjuti. Namun kalau hanya informasi dimedia sosial dan lainnya tanpa surat tertulis, tidak bisa jadi legal standing untuk kita melakukan aturan itu,” imbuhnya.

Terhadap hal itu, Ketua Harian Gugus Tugas COVID-19 Provinsi Maluku mengaku, dirinya belum terima informasi dan karenanya telah diinstruksikan kepala dinas kesehatan untuk mengecek benar tidaknya ada penolakan pasien di RS Bakti Rahayu berkaitan dengan Rapid.

“Karena Rapid sudah diberikan serta APD kepada RS-RS swasta. Kalau RS pemerintah tidak boleh, karena katong dapat Rapid gratis masa minta bayar. Sudah surati sebelum instruksi Gubernur agar rumah sakit jangan tolak pasien. Saya sudah suruh kadis cek soal itu,” akui Kasrul di kantor Gubernur, Jumat (12/6) malam. (MR-02)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed