by

ALIFURU NUSAWELE (Siapa pemilik-Mu?)

-Opini-2,854 views
Oleh : Pdt. Yan Hatulely (Pendeta Jemaat GPM Kanikeh 2016-2019)

AMBON,MRNews.com,- Alifuru Nusawele merupakan sub suku alifuru yang hidup di pegunungan Maluku Tengah pulau Seram. Keterkaitan mereka dengan Alifuru tentu menyimpan banyak hal yang perlu ditinjau kembali. Hal ini berdasar pada ‘pengakuan’ komunitas mereka yang tergolong dalam rumpun “KAWA”.

Kawa sendiri merupakan rumpun ‘pembagi’ wilayah ketika perjalanan dilakukan. Ke arah matahari naik ada “KOA” dan ke arah matahari turun ada “KAWA”. Kedua perjalanan ini akan dibatasi dengan simbolitas “SEKE” berupa tanda krois (x) pe-lambang-an disinilah kita ber-bagi. Kenyataan tersebut masih ada sampai sekarang yakni Negeri Huaulu atau dikenal oleh orang gunung Maluku Tengah sebagai “sekelima” pembatas di bagian lima dari wilayah sembilan. Negeri Huaulu sendiri merupakan kaka dari orang Naulu. (Kisah ini dapat ditelusuri dari marga Matoke).

Berdasar pada beberapa penjelasan rumpun “KAWA” ini, yang kemudian membentuk rumpun besar di wilayah barat pulau Seram yakni “WEMAHA”. Wemaha inilah yang membagi adanya ‘Wemale’ dan ‘Alune’. Sebab, terdapat beberapa situs sejarah yang dapat mengungkapkan tempat ‘kramat’ tiga batang aer khas ‘Nunusaku’.

Salah satunya aer/kali/sungai Wae-ule atau Sapa-lewa yang mengalir dari gunung Binaya dan bermuara diantara negeri Huaulu dan Roho Waeputih2. Dan juga ada tempat yang mengatasnamakan Wae-tala dan Wae-eti. Itupun masih dijaga sebagai bagian dari kramat yang tidak dapat dikunjungi.

Alifuru Nusawele, mempunyai rumpun bahasanya tersendiri. Sekalipun ada kesamaan dengan KOA namun dalam pelafalannya ada perbedaan. Hal ini telah ditelusuri oleh Mcdonald. Alastair. A dari Royal (dick) School of Veterinary Studies publication The University of Edinburgh (www.era.lib.ac.uk). Dari hal ini, sedikit dapat memberikan indikasi bahwa tentu ada gap, koq beda? Padahal satu daratan dan dari satu jalur perjalanan? Inilah khasanah ke-khas-an kearifan lokal mereka.

Sejarah dalam tuturan mitologi mereka, mengindikasikan bahwa telah terjadi perjalanan pergi dan pulang. Jelas dalam kapata tua mereka “dari mana engkau datang dan ke mana engkau pergi? Selamat datang bangsawan.” Dapat memberikan kita sedikit perspektif bahwa mereka ‘orang asli’ pemilik yang telah menetap secara turun temurun.

Hal ini dapat ditelusuri lebih jauh ketika menggali lagi peristiwa “Perang Silihata”. Dan berlanjut sampai “Perang Huamual” dimana kaum Alifuru dijadikan sebagai ‘pendayung kora-kora’ dan pembantai dengan kekuatan ‘magic’. Bahkan sampai kejadian yang terus dikenang yakni “perundingan Nunusaku” adalah penggalan-penggalan puzle yang tersimpan dalam sejarah panjang Alifuru dan mengeringnya daratan ketika aer besar pono di gunung basar (lo lia lai to tuni)- mitologi ‘ikan basar’ di pulau Seram.

Dalam komunitas untuk mengikat tali persaudaraan ada yang namanya “haa-mana, haa pina”. Pertalian darah ketika tali persaudaraan itu diikat dalam satu perkawinan. Tak heran jika di negeri tua Nusawele yakni Negeri Kanikeh (baca: Nusamwele) hanya terdapat dua (2) marga yakni Lilimau dan Berasa. Sekalipun suku ini hanya memiliki empat (4) orang bersaudara yakni: Kanikeh, Roho, Sounolu dan Saweli tentu menyimpan khasanahnya sendiri.

Berdasar pada tuturan mitologi mereka “perempuan=pisau, laki2=parang” itupun tergambar dalam pembagian ruang pada rumah mereka yakni hanya terdiri dari dua bilik, yakni beranda (ruang tamu/niniani) dan dapur (ruang belakang/kaitahu) sebagai ruang menyimbolkan negeri dan hutan/gunung dan laut/pendatang dan pribumi.

Simbol ini akan nampak ketika adanya proses pemasangan atap, sekalipun dikerjakan oleh laki-laki namun atap di puncak Manumata harus diberikan oleh seorang perempuan dan pemasangannya terbalik. Hal ini juga dapat memberikan kita perspektif “mengapa?”. Hal itu tidak dapat dijawab hanya dapat di tindakan dalam tarian “maru-maru” konsep kultus yang sepaham dengan mitologi “Gunung Basar/Keramat/Upu”. (Bersambung).

Ulasan ini bukan sebagai opini pembanding melainkan tindakan sebagai wacana adanya “pengakuan” terhadap Hak Ulayat Alifuru Nusawele yang selama ini dikekang sebagai teritorial “Tanah Negara”. (*)

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed