AMBON,MRNews.com,- Mantan ketua Himpunan Mahasiswa Papua (HMP) kota Ambon Mathias Andarek sesalkan aksi pembentangan bendera bintang kejora milik organisasi Papua merdeka (OPM) yang dilakukan sejumlah mahasiswa Papua di sekretariat HMP Ambon, Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon, 26 April lalu.
Menurutnya, tindakan tersebut sama sekali tidak mencerminkan kedewasaan dan kecerdasan selaku mahasiswa yang memiliki intelektual. Serta sudah diluar koridor sebenarnya.
“Kegiatan itu tidak sesuai tujuan sebenarnya. Bahwa mahasiswa Papua datang ke Maluku untuk kuliah dan sukses. Sebagai senior dan mantan ketua HMP, beta sedih dan sesalkan hal itu terjadi,” tandas Mathias kepada awak media di Ambon, Kamis (29/4).
Dikatakan Mathias, aksi protes yang didalamnya ada pembentangan bendera OPM jelas membuat nama mahasiswa Papua di Maluku baik pada level pemerintah, pihak kampus akan tercoreng. Apalagi kegiatan itu tak ada ijin dan bisa disebut tindakan makar.
“Kita statusnya mahasiswa tapi tindakan kita tidak sesuai, apalagi sampai ada bendera. Itu kan sifatnya sudah disebut sebagai makar dan bisa menjerumuskan mereka yang ikut aksi dalam masalah hukum nanti serta perhambat kuliah di Maluku,” ungkapnya.
Dari awal dirinya ada di Maluku sejak tahun 2012 menjadi mahasiswa hingga 2017 selesai memimpin HMP kota Ambon, sebut Mathias, kegiatan “makar” seperti itu tidak ada.
“Rentan waktu itu kita mahasiswa Papua di Maluku aman-aman saja. Tidak ada kendala pengurusan dengan pihak TNI Polri, pemerintah dan teguran dari pihak kampus, tidak ada,” beber mahasiswa FISIP Unpatti itu.
Hanya saja saat beberapa teman datang dan membawa masuk organisasi yang berbicara soal Papua merdeka di Maluku akhirnya sambung Mathias, hubungan dengan orang Papua yang ada dan kerja di Maluku mulai dari TNI Polri, mulai renggang karena kegiatan ilegal itu.
“Sebenarnya adik-adik kita tidak tahu persoalan. Mereka hanya tahu kuliah dan pulang. Hanya jadi korban. Mereka terjebak dalam situasi yang tidak kondusif karena pengaruh paham tidak baik. Banyak dari mereka kuliahnya terhenti dan ada yang sudah balik ke Papua,” beber Mathias.
Kesalahan lalu oleh senior-senior kata dia, tidak boleh diulang adik-adik, maka penting diarahkan agar tetap direl sebenarnya, tidak melenceng.
“Sebagai mahasiswa jangan menyimpang kiri dan kanan. Tidak usah terprovokasi dengan kegiatan apapun. Selaku kakak, kita harus mencontohkan yang baik. Percuma waktu tersita untuk hal yang tidak berguna dan dampak buruk bagi diri dan masa depan,” jelasnya.
Sedari kecil sampai saat ini Papua ada dalam bingkai NKRI dan masih berkomitmen. Maka dirinya berharap pihak kampus bisa membina lagi mahasiswa Papua yang ada di Maluku serta mengajak mereka dalam kegiatan kampus bersama mahasiswa lainnya.
“Beta yakin sebagian besar mahasiswa Papua di Maluku punya tujuan yang sama dan harapan orang tua juga sama, ingin anaknya sukses dan membanggakan,” ulas Mathias.
Dirinya berharap, aksi itu adalah terakhir kalinya terjadi dan semua yang terlibat didalamnya harus sadar bahwa itu sebuah kesalahan dan pelanggaran.
“Mari pikirkan tanah Papua tercinta. Papua itu punya lahan luas dan sumberdaya alam melimpah. Timba ilmu dengan baik di Maluku agar nantinya bisa kembali membangun tanah Papua yang kaya dan luas. Bukan dihabiskan untuk hal-hal tidak terlalu penting, akan sia-sia,” pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, 26 April 2021 lalu, sejumlah mahasiswa Papua di Ambon lakukan aksi protes dengan berbagai pamflet, beberapa bertuliskan “Tolak Otsus Jilid II”, “Benyanyi untuk berjuang/hidup, mengutuk keras pelaku penembakan Arnold” sembari membentangkan bendera “bintang kejora” milik OPM. (MR-02)
Comment