AMBON,MRNews.com,- Kurang lebih 50 pegawai The Natsepa Hotel dari total 110 orang melakukan aksi mogok kerja selama sehari. Tak hanya itu, mereka juga mengadu ke Komisi I DPRD Kota Ambon, Jumat (5/3).
Hal itu dilakukan karena ketua serikat pekerja (SP) The Natsepa Hotel Valentino Sahalessy diputuskan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh owner hotel yang berlokasi di Desa Suli Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) serta ada sejumlah pelanggaran lain yang ditemukan.
Saat ke DPRD, Sahalessy membeberkan, hal utama dirinya di PHK sepihak karena sedari awal manajemen hotel menolak adanya serikat pekerja yang dibentuk pada Oktober 2020. Padahal itu dilakukan sesuai perintah Undang-undang nomor 13 tahun 2003, sebagai wadah perjuangan hak-hak pekerja.
“GM pak Miguel Garcia awalnya bina hubungan baik dengan SP. Tapi kemudian mereka membentuk SP tandingan dan tiba-tiba per kemarin sebagai ketua SP beta dipecat owner karena beta selalu perjuangkan teman-teman punya hak dan GM memang tidak suka itu,” keluh Valen di Baileo Rakyat Belakang Soya.
Selain itu, berbagai alasan PHK sepihak sebutnya, juga tidak masuk akal. Salah satunya dalam laporan ke polisi, GM mengaku ketua SP mengancam dengan senjata tajam dihuniannya, padahal tidak ada. Apalagi sebelum PHK, tidak ada surat peringatan (SP) 1, 2 dan 3 diawal, tapi diberi berbarengan plus surat PHK.
“Pasti teman-teman lain juga terancam kena dampak akan di-PHK. Bahkan sampai sejauh ini selain beta, ada teman-teman pegawai diduga juga dapat intimidasi. Sekarang ini polisi jaga di hotel dan katong tahu tujuannya untuk apa. Mereka pikir anarkis, padahal mogok kerja saja,” jelasnya.
Sebagai pegawai tetap yang sudah bekerja 11 tahun di The Natsepa Hotel bersama 44 orang lainnya, Valen kecewa dengan kepemimpinan GM Miguel Garcia. Sebab itu, dirinya meminta Miguel yang juga adalah WNA dipecat/diganti dan dipulangkan ke negara asalnya.
“Belum ada pembicaraan soal pesangon karena di-PHK tiba-tiba. Itu pun dipecat dari owner bukan manajemen, GM. Awalnya SP sudah minta pertemuan guna perjuangkan hak pekerja dan lainnya, tapi manajemen tidak mau. Katong sudah ke DPRD Maluku tapi anggota ada pengawasan dan Komnas HAM sarankan baiknya lapor ke LBH dulu,” urainya.
Mengenai masalah itu, wakil ketua komisi I DPRD kota Ambon Mourits Tamaela mengaku, memang The Natsepa Hotel bukan ada diwilayah Kota Ambon dan tidak ada maksud ambil alih kewenangan, tapi adanya aduan masyarakat yang didalamnya mereka adalah warga kota Ambon, terkait sejumlah pelanggaran manajemen hotel.
“Setelah kami dengar aduan mereka, kami anggap sudah menyalahi aturan dan wajib ditindak sesuai UU yang berlaku. Kami juga tidak inginkan karyawan dapat intimidasi dari aksi mogok yang mereka lakukan. Sebab mereka juga dilindungi UU,” tegasnya.
Mourits tegaskan, sesuai UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PHK tidak bisa dilakukan sepihak oleh perusahaan, sebab ada tahapan dan mekanisme. Tapi hal itu dilanggar. Arogansi manajemen hotel The Natsepa ditunjukkan dan pelanggaran ini fakta.
“Hampir 70 persen karyawan aksi mogok ini karena mereka tidak tahan selama 7 tahun, hak-hak mereka diabaikan dan diintimidasi. Salah satunya terkait pesangon dan kontrak kerja. Kontrak kerja mereka yang sudah jalan 2-3 tahun diputihkan, seakan-akan mereka harus lakukan kontrak baru,” tukas politisi NasDem.
Padahal menurut dia, sesuai ketentuan UU nomor 11 tahun 2020, bahwa karyawan yang sudah 2 tahun kerja dan bisa diperpanjang 1 tahun, setelah itu perusahaan wajib menetapkan mereka sebagai karyawan tetap. Hal itulah yang dihindari perusahaan sehingga diduplikasi, diputihkan.
“Itu pelanggaran. Hal-hal prinsip itu juga pasti berpengaruh ke upah mereka. Mereka sudah bekerja paling rendah 3 tahun bahkan 10 tahun. Bahkan saat mereka selalu ingin bersuara tapi diintimidasi. Misalnya soal SP, itu sesuai UU. Tapi manajemen anggap SP dibentuk untuk mau atur perusahaan, padahal tidak,” imbuhnya.
“Pertanyaannya, apakah GM yang adalah WNA itu dia mengerti UU tentang Cipta Kerja di Indonesia atau tidak?. Jangan dia semena-mena ambil kebijakan untuk kejar profit semata tanpa melihat hal-hal prinsip itu,” lanjut Mourits.
Komisi I meski bukan miliki kewenangan, tambah Mourits, akan memperjuangkan masalah ini ke DPRD dan pemerintah provinsi bahkan ke pusat lewat pressure politik fraksi dan partai. Apalagi ada dugaan kejahatan terselubung dibuat manajemen hotel dan Disnakertrans provinsi.
“Kalau dugaan itu benar, Gubernur Maluku kita minta pecat kepala Disnakertrans. Sebab dia tidak bermoral, meniadakan kepentingan rakyat. Diduga untungkan pribadi, abaikan tugas dia untuk lindungi tenaga kerja. Ada juga indikasi permainan. Masa laporan tiga kali berturut-turut diabaikan, ditutupi bahkan terkesan ada bekerjasama dengan perusahaan,” terangnya.
“Karyawan punya bukti-bukti siapa saja yang terima voucher inap gratis dari manajemen hotel. Saya kira tolong ini harus disikapi. Jangan sampai hak-hak karyawan hotel The Natsepa terabaikan dan diintimidasi. DPRD kota Ambon akan kawal dan kutuk keras kebijakan manajemen hotel khususnya GM,” pungkas ketua DPD NasDem kota Ambon. (MR-02)
Comment