AMBON,MRNews.com,- Kapolda Maluku Irjen Pol Baharudin Djafar bersama tokoh agama (Toga) diantaranya Ketua MUI Maluku Abdullah Latuapo, Ketua MPH Sinode GPM Pdt. A.J.S. Werinussa serta Uskup Diosis Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi membahas tentang toleransi umat beragama jelang hari raya Idul Fitri 1441 H/2020 ditengah pandemi COVID-19, Jumat (22/5).
Pada kesempatan itu dialog interaktif di studio TVRI, Kapolda menilai, masyarakat Maluku perlu menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat didaerah lain, karena ada kelebihan yang dimiliki antara lain toleransi.
“Kita selaku pimpinan di Maluku juga harus menjadi contoh dan teladan bagi karakteristik masyarakat Maluku,” ujarnya.
Selain itu, Kapolda juga membagi cara memerangi berita-berita hoax. “Tips memerangi hoax, bila kita menerima informasi terutama lewat handphone, kita harus mempertanyakan dulu bagi orang tertentu atau yang berwajib biar berita itu tidak tersebar kemana-mana,” ajaknya.
Terkait hari raya Idul Fitri, mantan Kapolda Sulawesi Barat itu menghimbau agar shalat Idul Fitri tetap dilaksanakan di rumah. Sebagai upaya dalam pencegahan penyebaran virus Corona.
“Pemerintah dan TNI-Polri menghimbau masyarakat terkait Idul Fitri sebaiknya dilaksanakan dirumah masing-masing. Namun jika ada yang melaksanakan Sholat Idul Fitri di Masjid maka harus memperhatikan protokol kesehatan,” himbaunya.
Sementara Ketua MUI mengaku, umat Muslim punya kebiasaan saling bersilahturahmi dan memaafkan satu sama lain, apalagi hari raya seperti ini. Tetapi dengan situasi dan kondisi seperti ini, tentu harus saling memaklumi dan mengikuti arahan pemerintah serta fatwa MUI.
“Kita selaku tokoh agama sudah menghimbau bagi jemaah atau masyarakat untuk menyaring setiap berita yang didapati karena ada oknum dan kelompok tertentu yang memanfaatkan keadaan agar Maluku ini tidak aman,” jelas Latuapo.
Ketua Sinode GPM menegaskan, kondisi ini mengajar semua orang di Maluku untuk tetap menjalin kebersamaan hidup antar umat beragama.
“COVID-19 ini sangat memperkuat tali persaudaraan untuk kita selalu menyatukan hati, menopang dan membantu satu sama lain,” kata Werinussa.
Menyoal hoax, lanjut Werinussa, sebenarnya lebih berbahaya dari COVID-19 karena kebohongan tidak punya protokolernya tetapi COVID-19 punya. Maka dihimbau masyarakat harus mencerna dengan baik setiap berita lewat media cetak, elektronik, atau yang menjadi saran pemerintah.
Sementara Uskup Diosis Amboina mengungkapkan, COVID-19 adalah sesuatu yang jahat karena sudah menyusahkan manusia. Tetapi COVID-19 juga mengajar manusia yang jahat harus berubah, disiplin dalam melaksanakan kehidupan kemanusiaan.
“Kami sangat berterimakasih kepada umat Muslim yang sudah mengajar dan menyadari kita tentang perubahan dalam hidup dan iman dalam hal berpuasa. Dalam menghadapi pandemi ini walaupun kita berjauhan fisik tapi harus berdekatan di hati,” tutur Mandagi. (MR-02)
Comment