AMBON,MRNews.com,- Aksi demo oleh ratusan pedagang Mardika bersama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon di halaman Balaikota Ambon, Senin (15/6) berujung saling dorong dengan pihak kepolisian dan Satpol PP hingga nyaris ricuh namun bisa dikendalikan. Barikade petugas yang kuat, berhasil ditembus pendemo.
Akibatnya, salah satu pedagang pingsan karena capek berdiri demo dan terkena dorongan pendemo lainnya. Pedang pingsan pun dievakuasi rekannya untuk mendapat pertolongan. Aksi para pedagang dan HMI itu sedari pukul 12.00 WIT.
Tuntutan utama mereka, meminta pasal 27 dan 28 Perwali nomor 16/2020 tentang PKM direvisi, mendesak pasar modern (Alfamidi, Indomaret, Supermart) agar diberlakukan sama dengan pasar rakyat, meminta secepatnya diterapkan PSBB dan menolak direlokasi.
Kurang lebih 3 jam berorasi, Walikota tak kunjung menemui pendemo karena masih rapat marathon dengan Forkopimda Kota Ambon dan instansi terkait lainnya dalam rangka mempersiapkan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Ambon.
Usai bernegosiasi, perwakilan pendemo pun bertemu dengan Sekretaris Kota (Sekkot) A.G Latuheru. Setelahnya, Latuheru pun turun di halaman Balaikota menemui pendemo.
“Mewakili Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, saya menerima tuntutan saudara-saudara. Saya akan sampaikan ke pa Walikota. Saya mohon maaf,” ucap Latuheru didepan pendemo.
Sebelumnya Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Iqbal Rahayaan mengaku, aksi ini tidak ada unsur politik apapun tapi merupakan keresahan dan kekecewaan rakyat terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada pedagang.
Pasalnya, pedagang diberi waktu operasional di pasar hanya sampai pukul 16.00 WIT dan diberlakukan ganjil genap, sedangkan pasar modern seperti Alfamidi, Indomaret dan Supermart diberi keleluasaan beroperasi 24 jam. Padahal pedagang juga bayar pajak yang sama dan malah terbesar maka negara harus memperlakukan setiap rakyatnya dengan baik dan adil.
“Kami hanya datang minta pa Walikota menemui pedagang. Katong minta Perwali nomor 16 direvisi pasal 27 & 28. Pemerintah itu pelayan rakyat. Rakyat tuannya, maka harus datang melayani kita. Makan tidak pernah libur, retribusi tidak pernah tunggak” tegas Iqbal.
Sementara koordinator pedagang La Nurdin menegaskan, para pedagang Mardika satu orang setiap harinya membayar retribusi ke pemerintah Rp 6000 artinya sebulan Rp 1.800.000. Artinya kontribusi pedagang untuk daerah cukup besar jika dikalikan dengan kurang lebih 3000 orang. Tapi diberlakukan tidak adil, beda-bedakan dengan pasar modern.
“Katong tiap hari bayar retribusi par daerah. Katong punya hak samua sama dimata hukum. Jangan beda-bedakan. Bagaimana katong ingin menghidupi dan makan setiap hari kalau kebijakannya seperti ini,” tukas Nurdin. (MR-02)
Comment