by

Tolak Penutupan Lokalisasi, Warga Minta Pemkot Tak Lepas Tangan

AMBON,MRNews.com,- Warga lokalisasi Tanjung Batumerah menolak rencana penutupan oleh pemerintah kota (Pemkot) Ambon pada Desember ini. Mereka meminta ada dispensasi waktu hingga 2021 sebab masih banyak persoalan ekonomi yang harus diatasi. Namun bila eksekusi tetap jalan, maka warga yang notabene pramuria, pengusaha karaoke dan usaha kecil lainnya maupun juru parkir meminta Pemkot tidak lepas tangan terhadap nasib mereka.

Memang, dalam wawancara terakhir dengan Walikota Ambon Richard Louhenapessy pekan lalu, molornya penutupan karena Pemkot harus siapkan berbagai langkah dan perencanaan. Namun penutupan dipastikan akan dilakukan minggu kedua bulan Desember. “Minggu kedua bulan Desember,” ujar walikota kepada awak media di gedung sporthall Karang Panjang.

Rencana penutupan itu pun direspons para pramuria. Mereka merasa bingung sebab masih punya tanggungan ekonomi lumayan besar yang harus diselesaikan, dan telah diperjuangkan agar lokalisasi tidak ditutup dalam waktu dekat. Namun kalau ditutup, kompensasi yang diberikan pemerintah pun mesti sesuai.

“Kita rasanya bingung dan jadi kepikiran juga karena kita masih ada punya tanggungan di bos. Bukan hanya sedikit tapi lumayan besar, makanya kita juga rasanya gimana yah. Kita sudah berusaha untuk memperjuangkan biar lokalisasi tidak tutup. Kita oke saja ditutup, tapi tolonglah berikan jangka waktu untuk kita selesaikan tanggungan ke bos, kalau tidak kita punya utang di luar. Dengan kompensasi oleh pemerintah,” ujar Lesta sang pramuria.

Memang diakui Lesta, kesepakatan biaya kompensasi antara pemerintah dengan pramuria 5-6 juta per orang. Tapi nilai itu dirasa tidak mencukupi untuk menutupi kas bon dan biaya hidup. “Sebelumnya pendapatan kita 3-4 juta per hari, sekarang sunyi sekali. Sejak ada berita penutupan tanjung sudah sunyi. Itu dirasakan kami semua,” akui Lesta kepada awak media disela-sela aksi protes penutupan lokalisasi bersama APHR Ambon, Senin (9/12).

Pemilik Karaoke Sakura di lokalisasi Ina pun mengaku bingung dan kelabakan. Sebab saat rapat dengan perwakilan Mensos memang akan ditutup. Tapi warga meminta tenggang waktu sampai 2021, ternyata di 2019. Selain terlanjur beri pinjaman ke pramuria tetapi juga masih memiliki piutang di di bank dengan jaminan sertifikat rumah.

“Kalau memang jadi, pembayaran macet lalu pihak bank sita kita punya rumah, kita mau tinggal dimana lagi. Jadi kita mohon ada perhatian. Apalagi ijin usaha kita juga sudah diblokir pemerintah. Tidak bisa lagi untuk usaha di daerah tanjung memperpanjang ijin usaha. Tidak diberi ijin lagi, kita mau bikin apa lagi. Jangan langsung tutup begini, ini mematikan usaha kita yang bergantung untuk membiayai sekolah dan makan,” ungkapnya.

Harapannya pemeritah beri solusi. Kalau pun ditutup bisa dialihkan ke karaoke seperti pada umumnya agar mata pencaharian tidak mati. “Pendapatan saat ini paling sedikit. Orang tidak ada yang datang. Tidak dapat 1 juta lagi tiap harinya. Kalau dapat 100-200 ribu masih syukur-syukurlah. Biasanya paling sehari 2-3 juta tiap malam, orang masuk minum. Kalau sekarang tidak ada sama sekali,” harapnya.

Senada, Astuti Warhangan pemilik warung makan dan kios menyatakan, sekarang pengunjung berkurang dan berdampak ke usaha warga termasuk dirinya. Yang awalnya bisa untung sampai 500 ratus ribu, saat ini tak sampai 100 ribu. “Sosialisasi awal pemerintah janji tidak lepas tangan. Untuk ganti rugi nilainya tidak disebut. Sampai sekarang belum ada realisasi. Makanya pas dengar mau tutup, katong juga bingung,” sebutnya.

Aliansi Pemerhati Hak Rakyat (APHR) kota Ambon pun turut mendukung warga dan melakukan protes kepada pemerintah atas rencana penutupan lokalisasi tanjung Batumerah. Sebab itu menyangkut masalah mata pencaharian warga lokalisasi saat ini dan pasca penutupan nanti yang pasti akan terbengkalai. Sebab usaha yang dilakukan merupakan kebutuhan setiap hari warga. Seharusnya ada peningkatan ekonomi warga oleh pemerintah, bukan mematikan.

“Kalau lokalisasi ditutup, tentunya pemerintah harus sediakan pekerjaan lain untuk warga yang punya usaha dan pramuria. Harus difasilitasi. Pemerintah harus jeli melihat. Kalau itu kebutuhan pemerintah katong tidak bisa larang. Asalkan ada solusi usaha rasional bagi mereka. Agar bisa menjadi penyambung hidup. Harus ada usaha-usaha rakyat, agar jangan mencekik kebutuhan mereka. Sebab kebutuhan mereka mesti berlanjut. Tidak boleh diputus tanpa solusi,” beber ketua umum APHR kota Ambon La Ode Jainal.

Dengan 5-6 juta per orang untuk pramuria sebagai kompensasi pun diakuinya tidak memberi garansi hidup selamanya. Hanya akan bertahan sebulan untuk kondisi sekarang. Maka perhatian sangat dibutuhkan dari pemerintah. Bukan saja untuk pramuria, tapi juga pada pengusaha kecil lainnya yang bergantung di lokalisasi ini. Sebab dinilai yang pemerintah tawarkan ini bukan solusi.

“Seharusnya ada pengawalan dengan bikin pekerjaan lain untuk mereka, dari dinas sosial harus pengawalan khusus. Bukan saja pulangkan mereka ke daerah asal lalu selesai. Pemerintah harus jeli dan punya perencanaan matang. Sebab banyak orang yang bergantung dengan lokalisasi ini, apalagi banyak hutang di luar. Perputaran uang tidak lagi disini, ekonomi mati. Kita tidak menghambat tapi harus ada sikap bijak terhadap persoalan ini,” papar La Ode. (MR-02)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed