by

Kuti Kata; MARI ALE TUANG (Mat. 4:18-22)

-Tajuk-132 views

AMBON,MRNews.com,- “Mari ale tuang”, ungkapan ini bisa memiliki banyak makna, namun makna itu menunjuk pada hubungan dekat, “baku kanal, baku sayang, parcaya” (=saling mengenal, saling sayang, saling percaya).

Ini sebenarnya suatu ajakan, untuk “dekat-dekat” (=mendekat), “jang jao-jao” (=jangan menjauhi), atau “par pi sama-sama” (=pergi bersama).

Bila digunakan “orangtotua par anana” (=orangtua kepada anaknya), maka “mari ale tuang” bermakna “mari sayang” (=marilah anak kesayangan).

Ajakan itu bertujuan agar anak “datang dekat-dekat” (=mendekat), “datang rabu-rabu” (=datanglah cepat), “mari ale tuang, mama polo dia/mama sayang dia” (=marilah sayang, biar mama memelukmu/mencium engkau).

Ungkapan ini sering pula digunakan untuk “mama buju” (=mama membujuk) agar “jang manangis lai” (=jangan menangis), dalam arti “kas’ tado” (=menenangkan) biar “jang lia susah hati” (=jangan susah/gelisah hati).

Jadi ini suatu ajakan untuk “kas’ abis masalah” (=menyelesaikan masalah), “deng mama pung sayang” (=dengan cinta mama).

Bila ajakan ini digunakan dalam relasi persahabatan, “mari ale tuang” menerangkan “hubungan kantal paskali” (=kedekatan hubungan) “parsis sudara” (=sahabat yang telah dianggap saudara).

Sehingga “beta mau pi mana sa musti panggel dia” (=ke mana pun saya hendak pergi harus bersamanya).

“Mari ale tuang, katong pi sama-sama jua” (=marilah saudaraku, kita pergi bersama). Serasa “kalu seng ada ale tar sadap” (=tanpa anda tidak ada artinya), “mar kalu ale ada, pung sanang apa jua” (=tetapi jika anda ada, betapa senangnya).

Dapat pula digunakan oleh seseorang pada posisi yang “labe tua par anana muda” (=orang yang lebih tua untuk yang lebih muda usianya), atau “guru par anana murid” (=guru kepada para muridnya), atau “raja ka jou par masarakat” (=raja atau kepala soa kepada rakyatnya).

Jadi digunakan dalam hubungan yang lebih umum sifatnya. Namun ajakan “mari ale tuang” di sini tetap sebuah ajakan yang bersumber dari hal “baku kanal, baku sayang, parcaya” tadi.

Sebab itu ajakan ini selalu “biking katong hati sanang” (=membuat senang hati).

“Dapa panggel dari bapa raja e” (=diajak/dipanggil bapa raja nih), atau “eh pung sanang apa lai, tadi ada dudu-dudu baru tuang/nyora guru panggel” (=wah betapa senangnya, sementara duduk terus dipanggil bapak/ibu guru).

Apalagi jika ajakan ini terjadi bukan dalam lingkungan formil, tetapi informil, dalam masyarakat, bukan di kantor atau sekolah.

Lebih lagi karena ajakan itu bermaksud agar “katong bisa biking apapa par tulung antua raja ka antua guru dong” (=kita bisa melakukan sesuatu yang gunanya menolong raja atau guru),

“Meskipun par bembeng aer satu buyung ka manyapu antua kintal” (=walaupun untuk mengangkat air atau menyapu halamannya). Itu “akang pung sadap apa lai” (=sungguh hal itu sangat menyenangkan hati).

Jadi yang “dapa panggel” (=dipanggil/mendapat panggilan) tuh “dong iko deng hati sanang” (=mereka ikut dengan hati sukacita), “sampe nekat kas’ tinggal apa sa” (=bahkan nekat meninggalkan apa pun).

“Pi dolo, antua su panggel tuh, mangkali antua ada mau bilang par biking apapa ka” (=pergilah, beliau memanggil, mungkin beliau mau kita mengerjakan satu hal).

Sehingga “katong biking karja tuh jua deng hati sanang” (=kita melakukan tugas itu dengan hati yang senang). “Mari ale tuang”

Jumat, 9 Juli 2021

Pastori Ketua Sinode GPM Jln Kapitang Telukabessy-Ambon

Elifas Tomix Maspaitella (Eltom). (**)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed