AMBON,MRNews.com,- Penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Diretkrimsus) Polda Maluku sudah memeriksa sekitar 25 saksi baik dari internal BNI terutama lima (5) kepala kantor cabang pembantu (KCP) Masohi, Tual, Dobo, Mardika dan Unpatti, saksi-saksi korban BNI dan auditor terkait kasus dugaan pembobolan rekening BNI 46 Ambon yang diduga dilakukan FY, kepala bidang pemasaran BNI 46 Ambon.
Penyidik akan terus kembangkan kasus ini, termasuk mengungkap siapa saja yang berada dibalik kejahatan yang dilakukan FY serta SP, dua tersangka. Sebab FY dalam melakukan kejahatan dibantu beberapa oknum dari BNI yang sesuai kesimpulan sementara ini layak nanti kedepan diminta pertanggungjawaban lewat pemeriksaan.
“Kami sudah memeriksa sekitar 25 saksi sejauh ini baik dari internal BNI terutama lima kepala kantor cabang pembantu (KCP) yang dipakai FY sebagai alat kejahatannya, saksi-saksi korban BNI dan auditor. Serta alat bukti yang kami minta sudah kami peroleh dari saksi-saksi tersebut,” ungkap Direktur Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Maluku Kombes Pol Firman Nainggolan didampingi Kabid Humas Kombes Pol M Roem Ohoirat dan Pemimpin BNI Kanwil Makassar Faizal Setiawan kepada awak media di Rupatama Polda, Selasa (22/10/19).
Selain saksi, alat bukti yang diminta pun sudah diperoleh dari saksi-saksi tersebut, diantaranya dokumen-dokumen fiktif yang digunakan FY, terduga aktor utama pembobolan bank BNI 46 Ambon serta beberapa tabungan yang digunakan sebagai sarana maupun untuk menampung dana serta tiga kendaraan milik FY maupun uang tunai kurang lebih Rp 1,5 miliar dari seharusnya Rp 5,2 miliar sebagai transferan ilegal terakhir di tahun 2019.
Diketahui, kasus pembobolan rekening BNI 46 Ambon mengalami progress, dengan ditangkapnya FY yang diduga jadi aktor pembobolan yang kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan Ditreskrimsus Polda Maluku, Minggu (20/10) usai dilakukan penyidikan dan gelar perkara. Ditahannya FY dan SP, anak angkat FY atau tersangka lain yang turut membantu FY, atas pertimbangan subjektif oleh penyidik.
Khusus FY, penyidik menjeratnya dengan pasal berlapis. FY disangkakan melanggar pasal 49 ayat 1 dan 2 UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana diubah dengan UU nomor 10 tahun 1998, dengan ancaman hukumun minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun atau kumulatif. Artinya ancaman hukuman pidana serta denda 10 miliar, tidak ada pilihan. Serta UU nomor 8 tahun 2010 pasal 3,4 dan 5 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Pertimbangan penyidik sehingga menahan FY karena berpotensial melarikan diri dan mengulangi perbuatannya karena masih banyak aset recovery yang harus kejar. Pasalnya nilai kerugian yang diakui BNI 46 Ambon cukup besar Rp 58 miliar belum ditemukan,” papar Firman.
Dari hasil pemeriksaan sebagai saksi sebut Firman, modus yang digunakan tersangka FY yaitu dengan cara mencari nasabah-nasabah potensial BNI atau pemilik rekening banyak. Dimana FY menawarkan produk dengan imbal hasil melebihi yang sudah ditetapkan oleh peraturan, agar nasabah mau berikan dananya untuk dimasukan ke tabungan. Setelah dana masuk, oleh FY dana itu tidak dimasukkan ke rekening, tapi dipakai untuk kepentingan FY sendiri guna menutupi dana-dana nasabah yang dijanjikan FY tapi tidak dimasukan dalam sistem perbankan.
“Karena uang tersebut dipakai FY untuk usaha, menjanjikan kepada orang lain bahwa dia punya usaha investasi cengkeh padahal fiktif, hanya untuk menggoda orang. Artinya, gali lubang tutup lubang. FY sudah janji kepada nasabah potensial akan mendapat imbal hasil. Untuk menutupi itu, FY gunakan sistem perbankan yang dicairkan lewat beberapa KCP. Ada lima KCP yakni Dobo, Tual, Masohi, Mardika dan Unpatti. Itu yang digunakan dengan modus pakai sistem perbankan, transaksi tunai tapi tidak ada uang, hanya sistem. Jadi sistem dikerjakan KCP seakan-akan duit masuk padahal tidak,” bebernya.
Setelah itu lanjut Firman, rekening yang digunakan FY untuk menampung dana di salah satu KCP, diperintahkan untuk mentransfer kepada nasabah potensial yang duitnya dipakai FY. Dana yang dikirim masuk tapi dana yang mengalir lewat KCP tidak ada karena FY membuka atau pemegang password, kunci keuangan di kantor cabang utama sehingga bisa dana tersebut masuk.
“Itu modus yang digunakan FY selama tahun 2019. Karena selama tahun 2019 terjadi transfer yang cukup besar. Sehingga dari hasil analisa kami dengan pihak bank BNI, sementara ini kerugian yang diperkirakan dialami BNI sekitar Rp 58,9 miliar, yang dananya sudah dibobol,” ujar Firman. (MR-02)
Comment