AMBON,MRNews.com,- “Sudah saatnya kita hentikan politik kekuasaan kalau kita ingin membangun Maluku lebih baik di masa depan. Sebaliknya kita harus membangun politik kesejahteraan. Sebab hanya dengan politik kesejahteraan kita akan membangun Maluku masa depan secara lebih baik,”
Ungkap Rohaniawan asal GPM Pendeta Jhon Ruhulessin dalam launching dan bedah buku “Merawat Perdamaian; 20 tahun konflik Maluku” yang digagas mantan Setjen Wantanas dan saat ini Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo di lantai II gedung Rektorat Universitas Pattimura Ambon, Rabu (11/12/19).
Pasalnya, politik kekuasaan akan terus membawa masyarakat Maluku didalam polarisasi, dan polarisasi tidak pernah akan menguntungkan Maluku di masa depan untuk membangun perdamaian di masa yang akan datang. “Apa yang digagas Doni Monardo dengan emas biru dan emas hijau adalah kekuatan perdamaian membangun Maluku masa depan,” jelas mantan ketua PGIW Maluku.
Belajar dari konflik Maluku sepanjang 20 tahun kata dia, ternyata pendekatannya membutuhkan pendekatan multidimensional, komprehensif. Sebab ada banyak variabel ikut menentukan konflik Maluku. Aspek lain, memasuki fase baru konflik di masyarakat dan bangsa, saat bicara perkembangan era milenial dan digitalisasi serta begitu banyak perubahan saat ini, justru menjadi potensi-potensi konflik yang tetap subur di tengah masyarakat.
“Misalnya, di gempa Maluku ini telah melahirkan begitu banyak hoax ditengah masyarakat yang kalau tidak diantisipasi bisa menimbulkan masalah baru. Ini juga masalah baru yang harus kita perhatikan. Karena itu belajar dari konflik Maluku dan merawat perdamaian, artinya kita mesti terbuka untuk melihat proses-proses perubahan yang akan terjadi kedepan,” beber Ruhulessin.
“Kita harus tetap terbuka untuk melihat bahwa ternyata perubahan-perubahan yang terjadi mesti mensyaratkan kepada kita, membangun ketahanan masyarakat yang sangat kuat terhadap dinamika perubahan dengan perkembangan tekonologi dan lain sebgaianya,” sambung mantan ketua MPH Sinode GPM.
Akademisi IAIN Ambon sekaligus Wakil Ketua MUI Maluku Abidin Wakanno mengaku, sosok Doni Monardo mengajak siapapun untuk bertransformasi dari politik kekuasaan ke politik kesejahteraan. Maka lewat buku ini penting sekali bagi siapapun untuk mewarisi cerita-cerita damai. Sebab selama ini ketika konflik dan kekerasan di belahan dunia manapun, yang diwarisi adalah stigma kolektif.
“Buku ini, adalah story telling tentang success story membangun damai dari berbagai level, isu, perspektif. Buku ini sangat menarik dan perlu diberikan ke sekolah agar kita tidak mewarisi cerita konflik saja, tapi mari kita warisi cerita damai. Buku ini juga menyiratkan bahwa dialog agama-agama sebagai solusi atasi konflik, merawat perdamaian dan orang lain harus belajar dari Maluku lewat dialog,” tuturnya.
Sebagai penggagas buku, Doni Monardo pada kesempatan itu mengaku tidak mungkin buku ini terbit dalam enam tahun ke belakang karena situasi Maluku yang belum kondusif. Meskipun terlilit konflik cukup lama dan menelan korban jiwa ribuan orang, tapi Maluku berhasil bangkit dari keterpurukan karena memilili kearifan lokal yang kuat.
“Saya harap, hadirnya buku ini dan dimiliki semua orang tanpa kecuali maka pastinya akan menyadarkan masyarakat agar tidak lagi berkonflik, jika menginginkan hidup sejahtera. Sebab adanya konflik berkepanjangan dapat menyebabkan ketidakseimbangan peradaban. Atensi bagi semua anak bangsa khususnya anak Maluku yang telah bersedia mencurahkan waktunya untuk menulis. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua di tanah raja-raja,” harap mantan Pangdam XVI/Pattimura. (MR-02)
Comment