AMBON,MRNews.com,- Dalam pekan ini, warga kota Ambon dihebohkan dengan sebuah “video panas” yang beredar cepat dan viral lewat berbagai media sosial baik facebook, Whatsapp, Tiktok, dan lain-lain dengan slogan “es batu”, yang dilakoni dua (2) sejoli, VNS (20) dan JP.
Setelah viral, beberapa hari kemudian tim Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Maluku langsung mengamankan kedua Selebgram tersebut untuk menjalani pemeriksaan, Selasa (16/11).
Namun anehnya, setelah melalui pemeriksaan panjang, kedua pelaku “video panas” tersebut kabarnya tidak ditahan, dan sudah dipulangkan alias dibebaskan untuk pembinaan serta kemungkinan dinikahkan.
Kabar itu terasa sangat aneh dan mengganjal ditelinga. Pasalnya bagaimana bisa pelaku yang sudah jelas perbuatannya dan adapula barang buktinya koh bisa dibebaskan?.
Tindakan Kepolisian tersebut dalam hal ini Ditreskrimsus Polda Maluku yang demikian membuat masyarakat curiga dan bertanya-tanya, koh hukum tidak ditegakkan? Bukankah kita negara hukum?.
Sampai saat ini masyarakat yang mengikuti kasus ini sedari awal belum juga mengetahui pasti alasan-alasan mengapa pelaku tiba-tiba dibebaskan.
Beredar informasi dari mulut ke mulut bahwa pelaku dibebaskan atas dasar, antara lain (i) suka sama suka (S3); (ii) pelaku bukanlah oknum yang menyebarkan video panas tersebut.
Jika ternyata benar pihak kepolisian memulangkan atau membebaskan kedua pelaku atas alasan-alasan tersebut, maka itu adalah tindakan yang salah kaprah dan tidak berdasar menurut hukum pidana.
Pertama, alasan S3 tidak dapat dijadikan alasan untuk membebaskan pembuat “video panas”. Sebab nyata-nyata terdapat indikasi pelanggaran UU Pornografi.
Kedua, alasan pelaku bukan penyebar video panas. Perlu dipahami bahwa terkait dengan peristiwa viral “video panas” tersebut, kendatinya terdapat dua Undang-Undang yang bersentuhan langsung dengan problem ini, yakni (1) UU No 11 Tahun 2008 juncto UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (atau UU ITE) dan (2) UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Penegak hukum perlu memahami paradigma dari kedua UU tersebut agar tidak salah dalam menerapkanya. Pertama, Paradigma UU ITE dalam kaitannya dengan viralnya “video panas” sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45.
Bila dibaca baik-baik maksud dirumuskan pasal tersebut memang hanya untuk menjerat (memidanakan) oknum-oknum yang sengaja menyebarkan “video panas” (video bermuatan pelanggaran kesusilaan) bukan menjerat oknum pembuat konten “video panas”.
Sehingga apabila penegak hukum menggunakan logika UU ITE maka pmbuat “video panas” pasti dibebaskan.
Kedua, paradigma UU Pornografi dalam kaitannya dengan viralnya “video panas”.
Persis sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf (d) juncto Pasal 10 maka para pelaku (pembuat) konten “video panas” tidak boleh dipulangkan atau dibebaskan sebab perbuatannya di ancam dengan Pidana penjara paling lama 12 Tahun (baca dalam Pasal 29 & 36 UU Pornografi).
Untuk itulah dalam konteks penegakan hukum atas dugaan kejahatan asusilla, penegak hukum harus dapat melakukan dua hal ini, yaitu pertama (i) jangan menggunakan “kacamata kuda” dalam menerapkan suatu undang-undang, sebab “kacamata kuda” hanya bisa melihat dari satu sisi undang-undang semata.
Kedua (ii) jangan mau diintervensi. Tunjukanlah kepada kami masyarakat bahwa hukum tidak pandang bulu.
Salam Akal Sehat!!!
(Lucky Teterissa, SH; Alumnus Fakultas Hukum Unpatti Ambon). (**)
Comment