by

Tinggal di Pengungsian, Bayi 4 Bulan Gatal Hingga Badan Berjamur

-Maluku-749 views

AMBON,MRNews.com,- Kasihan dan miris. Itulah kata yang patut disematkan kepada bayi berusia 4 bulan Eric Patty yang hampir tiga minggu hidup di pengungsian Suli Banda, Desa Suli Kecamatan Salahutu Maluku Tengah (Malteng) minim mendapat pelayanan kesehatan dari medis. Sehingga akibatnya, dirinya mengalami gatal-gatal hingga badan berjamur di seluruh bagian tubuh. Mulainya hanya ada bintik-bintik merah di pipi tapi kemudian menyerang tubuh mungilnya lalu luka sampai membentuk jamur. Keterbatasan biaya juga salah satu alasan sehingga Erik belum dibawa orang tua ke dokter anak.

Hal itu terungkap, setelah penyanyi Jean Christy mengunjungi pengungsian disana (Kamis) dan mendapati kondisi bayi Erik serta salah satu orang tua Lansia Arthur Manuputty (92) hanya terbaring di pembaringan karena sakit tertimpa reruntuhan bangunan saat gempa 6,5 SR 26 September lalu. Tentang Erik, atas inisiatif Jean untuk membawa ke dokter guna mengetahui sakit yang dideritanya serta agar penanganan intens, disambut positif Ronawiska pengusaha besar di Ambon yang kemudian memfasilitasi hingga ditangani dokter anak di Happy Kids Karang Panjang, Jumat (18/10/19). Kondisi Erik pun tak luput dari perhatian istri Wakil Gubernur Maluku Beatriks Orno yang kebetulan mengantar anaknya imunisasi.

Kepada wartawan, Yuni Kopong orang tua bayi Erik mengaku, anaknya sudah dapat gatal sejak dua bulan lalu sedari Sorong dengan maksud ke Ambon untuk berobat. Sebab sakitnya awal masih bintik merah di pipi. Namun karena gempa awal terjadi, dirinya bersama anak dan keluarga lainnya mengungsi. Karena rumah juga alami rusak ringan. Saat membawa anaknya ke posko kesehatan terdekat, petugas medis menyatakan bisa sembuh tapi butuh waktu lama dan hanya memberikan salap untuk digosok. Bukannya sembuh tapi malah berair hingga menyebar banyak ke hampir seluruh tubuh sang bayi.

“Memang dari Sorong hanya di pipi saja. Tapi pas pipi kering, lalu di bagian tubuh semua naik pas di pengungsian. Padahal rencana ke Ambon untuk berobat tapi pas dapat gempa. Awal periksa dibilang alergi air. Tapi setelah dicoba ganti air, malah tambah banya lai. Kemudian periksa di dokter lagi dibilang harus ganti susu. Pas ganti susu eh tambah banya lai. Beta bingung. Karena di pengungsian, tidak ada medis yang datang periksa. Makanya tiga hari sekali baru ke Puskesmas, kadang seminggu sekali. Beta sama sekali seng tahu gejala sakitnya karena apa,” ujar Yuli warga RT 19 Suli Banda.

Pada kesempatan itu, Jean Christy mengaku bersyukur karena berkat postingan di media sosial terhadap kondisi bayi Erik pasca dikunjungi mendapat sambutan positif dari Ronawiska yang membantu fasilitasi bayi Erik ke dokter anak. “Erik dan orang tuanya biar bagaimana pun pengungsi yang rumahnya rusak. Maka harus diperhatikan pemerintah termasuk dalam hal kesehatan. Pemerintah tidak boleh lihat di depan saja, harus lihat semua. Beta prihatin karena sakit gatal seperti Erik dan diare kebanyakan balita dan anak-anak, maka perhatian diperlukan. Pemerintah seng boleh beda-bedakan,” harap penyanyi bertubuh mungil.

Sementara, dr Emanuela Yefta yang memeriksa bayi Erik katakan, bayi Erik mengalami dermatitis. Mungkin awalnya hanya penyebabnya biang keringat tapi sudah berkembang jadi infeksi jamur yang cukup tebal. Namun sejauh ini tanda-tanda berbahaya tidak ada. Cuma butuh selalu dijaga kebersihan dan kulitnya selalu kering. Kalau lembab, berkeringat akan tambah parah atau sembuh tapi nanti muncul lagi. Maka ketika terkena air ludah atau lainnya mesti secepatnya dibersihkan. Agar tidak ada iritasi di kulit, banyak dilipat-lipat.

“Pemicu utamanya salah satunya keringat. Karena cukup tebal ada resep sabun khusus, nanti mandi pakai sabun khusus, selesai mandi ulap kering, oles salap tipis-tipis di sebelah kulit yang bermasalah, tidak boleh pakai minyak atau bedak dulu. Harus mandi sehari dua kali, air mandi tidak boleh terlalu panas tapi harus pakai sabun khusus. Susu Lactogen tidak masalah, dilanjutkan lagi. Kalau dalam waktu seminggu, kalau masih ada keluhan harus lakukan kontrol, Tapi kalau sudah sembuh tidak perlu balik. Obatnya disetop, bisa disimpan guna sewaktu-waktu bisa digunakan lagi,” pesan dokter Yefta.

Terpisah, kepala dinas kesehatan Provinsi Maluku dr Meykal Pontoh mengaku, pihaknya menssuport semua layanan kesehatan yang ada di garis depan seperti pos kesehatan, Puskesmas maupun RS dari ketersediaan perbekalan kesehatan berupa obat-obatan dan lainnya juga tenaga kesehatan dari dokter, perawat, bidan. Namun dalam kondisi di pengungsian seperti itu yang dibutuhkan kerjasama tim. Adanya kasus seperti itu memunculkan pertanyaan mengapa bisa timbul sakit kulit, karena kebersihan lingkungan tidak terjamin, ketersedian air bersih kurang memadai, pasien tidur di tenda-tenda yang hanya beralaskan seadanya, siang kepanasan, malam kedinginan. Itu semua dibutuhkan peran dari sektor lain, tdk hanya kesehatan.

“Kalau nyong butuh air, mintanya kesiapa? Butuh tenda mintanya ke siapa? Butuh makan mintanya ke siapa.? Apakah ke kesehatan.? Tidak kan?. Disitulah kerjasama tim. Kalau ada masyarakat yang sakit, diobati oleh kesehatan, kemudian dia sembuh. Tapi kembali tinggal di tempat yang tidak layak pasti sakit lagi. Atau mungkin tidak sembuh-sembuh terpaksa harus dirujuk ke RS. Tidak cukup diobati di pos kesehatan. Oleh sebab itu, mari katong berdoa semoga bencana ini segera berakhir dan masyarakat bisa hidup layak seperti semula,” bebernya saat dihubungi via WhatsApp. (MR-02)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed