by

Diperiksa 4 Jam, Ini Cerita Perawat Dianiaya Keluarga Pasien COVID

AMBON,MRNews.com,- Perawat RSUD dr Haulussy-Ambon Jomima Orno hari ini menjalani pemeriksaan di Sat Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pp Lease sebagai pelapor atas kasus tindak kekerasan bersama yang diduga dilakukan keluarga HK (57), almarhum pasien COVID-19 terhadap dirinya Jumat kemarin di RSUD dr Haulussy-Ambon.

Mimi, sapaan akrab Jomima mengaku, dimintai keterangan oleh penyidik kurang lebih 4 jam. Sebab pemeriksaan dimulai sedari pukul 15.00 WIT (jam 3 sore). Selama pemeriksaan, Mimi didampingi dua kuasa hukumnya, Abner Nuniary dan Ronny Samloy.

“Maaf, beta baru selesai diperiksa. Pemeriksaan tadi sekitar jam 3. Baru selesai, hampir 4 jam. Kuasa hukum Abner Nuniary dan Ronny Samloy yang dampingi,” ujar Mimi menjawab pertanyaan media ini via WhatsApp, Minggu (28/6) malam.

Mimi tidak merinci seputar materi pemeriksaan yang ditanyakan penyidik. Namun pastinya seputar kasus yang dilaporkan olehnya. “Banyak pertanyaan lah seputar laporan,” singkatnya.

Wanita kelahiran 1982 itu pun menjelaskan bagaimana kronologis kejadian penganiayaan yang dialaminya Jumat (26/6) pagi di tempatnya bekerja.

Saat itu, almarhum pasien HK (57) meninggal jam 08.00 Wit di lantai 1 ruang isolasi COVID-19 RSUD dr Haulussy. Dirinya berada di lantai 2 isolasi COVID sedang melayani pasien.

“Saya turun, kondisi pasien sudah meninggal. Saya Diminta bantu oleh teman saya suster Meidy dan suster Sela untuk membersihkan dan mengantar jenazah ke kamar mayat isolasi COVID,” ungkap Mimi.

Dirinya bersama petugas semprot disinfektan yang mengantar pasien. Sesampai didepan kamar jenazah, pintu dalam keadaan terkunci. Suster Mendy dan petugas semprot jalan balik untuk membuka pintu kamar jenazah. Mimi sendiri didepan pintu bersama pasien.

“Selang beberapa detik tiba-tiba massa datang dari arah kanan saya dari ruang HD dan lorong laboratorium ada sekitar 15 orang. Tanpa ada komunikasi, saya langsung dipukul oleh istri almarhum tepat mengenai bagian kiri wajah saya. Tanpa perlindungan lagi, anaknya yang perempuan memukuli membabi buta,” ulas Mimi.

Usai dipukul, Mimi coba lari. Tapi dipegang oleh anak laki-laki almarhum HK dari belakang. Karena dipegang, Mimi merontah dan berusah melepaskan diri hingga baju APD-nya robek.

“Saya tinggal dipukul dari kepala berulang-ulang dan ditendang dari tulang belakang. Saya berusaha sekuat tenaga lari melepaskan diri dari mereka. Tapi malah dipukul babak belur sampai tak ingat berapa kali pukulan,” kisah wanita kelahiran Jakarta 20 Januari.

Akhirnya setelah berusaha, lanjut Mimi, dirinya bisa melepaskan diri dari para pelaku. Itu pun hampir jatuh didalam got samping ruangan isolasi. Untungnya, ada tembok untuk bersandar.

“Saya saat itu lemas. Syok, sakit. Saya teriak minta tolong ke teman-teman didepan ruangan isolasi dan memberitahu telah dipukul dan dikeroyok. Karena badan saya sakit dan lemas juga pusing, saya ke UGD untuk meminta pengobatan oleh dokter Emergency,” bebernya.

Lebih jauh Mimi mengaku, mengenal persis tiga orang pelaku yang diduga menganiayanya. Karena setiap hari mereka datang menjenguk almarhum. “1 anak laki-laki almarhum, 1 istrinya almarhum dan 1 anak perempuan almarhum yang bernama Nur,” tukasnya.

Disinggung, jika ada upaya damai yang coba dibangun para terduga pelaku, baginya, sebagai manusia tetap mengampuni. Tapi karena ini negara hukum, proses hukum harus berjalan. “Ya, pada prinsipnya beta mengampuni orang-orang itu. Tapi proses hukum tetap jalan,” kuncinya.

Sementara kuasa hukum Jomima Orno, Ronny Samloy menjelaskan, pada prinsipnya, dia melihat apa yang dilakukan keluarga almarhum terhadap kliennya diluar batas kemanusiaan. Sebab kliennya tidak pantas memperoleh perlakuan seperti itu karena sebagai tenaga kesehatan hanya mengikuti SOP, menjalankan tugas, mengantarkan jenazah.

“Karena ini negara hukum, maka siapapun yang melakukan perbuatan melawan hukum harus tetap dihukum. Kasus ini harus dianggap kriminal murni, ini kekerasan bersama. Dan orang-orang yang terlibat harus segera ditangkap dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” harap Samloy di Ambon, Minggu malam.

Setelah kejadian itu, ditambahkannya, kliennya langsung divisum di RSUD Haulussy dan hasilnya sudah dikantongi. Bahkan bagi Samloy, para pelaku juga merusak fasilitas RS. Maka kalau mau diusut juga bisa melebar ke perkara lain tentang pengrusakan. Karena fasilitas di RSUD Haulussy milik pemerintah bagian dari negara.

“Beta berpikir pihak RSUD juga harus meminta supaya tim gugus COVID-19 melalui aparat penegak hukum bisa memproses siapapun, bukan saja yang melakukan penganiayaan, tetapi yang lakukan pengrusakan juga harus tetap diusut dan diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” pintanya.

Terpisah, Kasubag Humas Polresta Pulau Ambon dan Pp Lease Ipda Titan Firmansyah membenarkan telah terjadi penganiayaan terhadap salah satu petugas medis di RSUD Haulussy Ambon Jumat (26/6) sekitar jam 09.00 WIT. Pihaknya pun telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan visum terhadap korban.

Menurut Titan, awalnya pelapor JO dan rekan-rekan kerja sedang membawa jenazah laki-laki HK (57) pasien COVID-19 yang dinyatakan meninggal pukul 08.00 Wit. Namun setiba didepan kamar mayat, keluarga pasien datang langsung memukuli dan menendang pelapor (korban) berulang kali.

“Atas kejadian tersebut korban melaporkan kejadian ke Polsek Nusaniwe. Setelah itu korban mensterilkan diri dan melaporkan kejadian tersebut di Polresta Ambon untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” tukasnya, Minggu malam. (MR-02)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed