AMBON,MRNews.com,- Balai Arkeologi (Balar) Provinsi Maluku memaparkan hasil penelusuran atau temuan data arkeologi terkini di Jazirah Huamual kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dan kawasan taman nasional Manusela di pulau Seram, kabupaten Maluku Tengah (Malteng). Dua kegiatan penelitian itu merupakan bagian dari 11 judul penelitian yang masuk dalam rencana Balai Arkeologi Maluku di tahun 2019.
Muhammad Al Mujabuddawat sebagai aktor yang meneliti di lokasi tersebut. Dimana untuk penelitian di Manusela dilakukannya bulan April 2019 dan Huamual pada September-Oktober 2019.
“Jadi memang, kebetulan kepakaran saya di bidang arkeologi sejarah yang khusus di kurun waktu dua sampai tiga tahun kedepan akan fokus pada pencarian peninggalan arkeologi di pemukiman-pemukiman kumuh. Terutama yang sudah banyak tercatat di dokumentasi VOC, bukti-bukti tertulis VOC, dari struktur yang banyak menyebutkan tentang permukiman kuno, saya telusuri kesana,” ungkap Mujabuddawat peneliti ahli muda BaLar Maluku kepada awak media usai sosialisasi hasil penelitian di aula BaLar Maluku, Latuhalat, Rabu (4/12/19).
Memang diakui Muja, sapaan akrab Mujabuddawat, untuk locus penelitian untuk Pulau Seram ini yang ketiga kalinya. Tahun lalu juga desa Lokki dan Allang Asaude, SBB. Sedangkan tahun depan rencananya dalam usulan desain riset pada Seram Timur. Karena ada beberapa lokasi yang dalam dokumen VOC disebut cukup banyak luar namanya.
Apalagi di Seram Timur secara geologi kawasannya cukup potensial untuk mencari lokasi penelitian kuno terutama pulau Gorom yang pada dua tahun lalu ditemukan gambar cadas. Termasuk ada pulau Seram laut ada gambar cadas yang baru dipublikasikan di tahun ini.
“Jadi saat para arkeolog bersejarah mencari gambar cadas, saya cari huniannya dimana. Dalam paparan, ada gambar cadas di kawasan Sawai, maka saya cari lokasi hunian. Sebab tidak mungkin di pinggir pantai, tebing pantai hanya sekedar gambar saja tapi pemukiman sendiri masih tanda tanya. Sehingga kami telusuri kawasan Sawai, Saleman dan satu lokasi lagi. Tiga lokasi itu kami lihat persebaran gua huniannya, cukup banyak gua tapi tidak semua gua ada indikasi hunian. Sesuai presentasi, hanya itu yang ditemukan,” bebernya.
Dalam penelitian, menurut Muja banyak kendala dihadapi. Tapi tujuannya sebagian besar tercapai di Huamual, kecuali di Buano dan Manipa sudah hampir tidak ada riwayat yang masih tersisa di masyarakat, terkait misalnya pada masa perang Huamual. Sedangkan di Manusela memang paling susah, karena itu penelitian eksplorasi yang penelusuran awal mencari data yang belum terbukti hanya sekedar tradisi lisan dan laporan masyarakat.
“Ada pendekatan arkeologi yang sebetulnya sesuai dengan kepakaran saya. Jadi kendalanya memang kami belum ada referensi sama sekali, datang ke tempat yang antah berantah seperti Manusela. Tapi kalau itu ternyata memang bisa dibuktikan, maka luar biasa. Masih tertunda di tahun depan akan kita coba lagi,” ungkap lulusan arkeolog UI.
Dirinya menuturkan, sebenarnya tujuan utama ke puncak Sial tidak sampai karena cuaca dan kondisi. Karena itu jadi hutang yang harus dilunasi tahun depan terutama mencari waktu musim kemarau, tidak ada hujan agar jalurnya kelihatan dan tidak berkabut. Padahal bila sampai di puncak itu ternyata ada pemukiman berarti bisa jadi penemuan fenomenal di ketinggian 3000 meter, di puncak tertinggi Maluku.
Sedangkan di jazirah Huamual memang karena menarik untuk riset sejarah cukup banyak.
Ada Jhon Pattikaihatu, yang paling kuno oleh Mariam Lestaluhu, Rijali, riwayat sejarah banyak ditranskripkan tapi untuk tertulis tidak ada. Sehingga rujukan tidak hanya kepada sumber-sumber peneliti dalam negeri tapi juga sumber publikasi luar dan paling otentik sumber VOC yang se-zaman tapi ada bukti tertulis, dari sudut pandang VOC, penjajah.
“Itu menjadi satu bukti terkuat karena se-zaman. Karena memang kondisi Maluku yang sangat primordial, jadi untuk riset harus hati-hati disampaikan. Sejauh yang saya bisa, hanya berani sampaikan data arkeologis yang didukung data otentik tentang VOC dan referensi terdahulu yang sudah diakui. Sehingga lainnya yang masih bertentangan dengan trend masyarakat saat ini, saya tidak akan berani sampaikan selama belum temukan data arkeologinya,” terangnya.
Sebelumnya, kepala Balai Arkeologi Maluku Bambang Sugiyanto katakan, ada 11 penelitian yang jadi fokus di tahun 2019, dimana ada dua hasil penelitian yang baru disiarkan hari ini. Tujuan dengan hasil penelitian itu untuk pengembangan kedepan yang bisa saling bersinergi. “Kami mohon masukan terkait pelayanan publik terutama informasi hasil penelitian pada Balai Arkeologi Maluku apakah sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau belum sehingga bisa menjadi perbaikan kedepan,” tutur Bambang. (MR-02)
Comment