by

Soal Plh Sekda, GMKI : Birokrasi Maluku Sarat Kepentingan, Gubernur Harus Belajar Aturan

-Maluku-436 views

AMBON,MRNews.com,- Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon Josias Tiven menyerukan dugaannya terhadap tubuh birokrasi di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku yang sarat kepentingan.

Terutama menyangkut persoalan jabatan Sekertaris Daerah (Sekda) Maluku yang tidak sesuai amanat Perundang-undangan. Dimana Pelaksana Harian (Plh) Sekda Sadli Ie dalam waktu dekat kabarnya segera jadi Sekda defenitif.

Baginya, jika mengacu dari ketentuan rumusan Pasal 11 ayat (1) Perpres Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pejabat Sekda menyebutkan “Penjabat Sekretaris daerah berhenti bersamaan dengan aktifnya kembali sekretaris daerah melaksanakan tugas atau dilantiknya sekretaris daerah”.

Artinya bahwa, jika Kasrul Selang selaku Sekda Maluku telah dinyatakan pulih atau sembuh dari Covid-19 maka semestinya jabatan itu harus dikembalikan kepada Kasrul.

Akan tetapi pada 20 Desember 2021 lalu, Kasrul dilantik Wakil Gubernur sebagai Widyaswara utama di kantor Gubernur Maluku, sesuai Surat Keputusan Presiden Joko Widodo nomor 58/R tahun 2021 tentang Pemberhentian dari Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Ahli Utama.

“Ada apa sebenarnya dibalik tubuh birokrasi pemerintahan Maluku,” ungkap Tiven dengan penuh tanya saat hubungi Mimbar Rakyat, Sabtu (8/1/2022).

Lebih lanjut Tiven menuturkan, kehadiran PLH dalam penyelenggaraan pemerintahan prinsipnya tidak dapat dilepas pisahkan dari pelimpahan kewenangan berupa mandat yang diberikan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang diatas, kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang kedudukannya dibawah.

Dimana rumusan Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU ) mengatur “Apabila Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan menjalankan tugasnya, maka atasan pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat pemerintahan yang memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas”.

Adapun pengertian PLH atau Pelaksana Harian menurut rumusan Pasal 14 ayat (2) point (a) UU , adalah “Pejabat yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara”.

Sehingga jika mengikuti pengertian diatas, dapat disebutkan bahwa keberadaan dari PLH adalah hanya bersifat sementara.

“PLH dalam menjalankan kewenangan mandat, untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan rutin yang menjadi wewenang jabatannya harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 34 ayat (3) UU ,” ulasnya.

Dilanjutkan mahasiswa Hukum UKIM itu, dipertahankannya jabatan PLH kepada Sadli Ie tentunya memunculkan pertanyaan besar dibalik itu. 

Pasalnya berdasarkan surat keputusan Gubernur Maluku Nomor : menyatakan, masa jabatan dari PLH Sekda Maluku akan berakhir 15 hari kerja sejak ditunjuk sebagai Pelaksana Harian.

Hal ini merujuk dari ketentuan yang diatur dalam rumusan Pasal 4 point a Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pejabat Sekretaris Daerah (selanjutnya disebut Perpres ) yang menyebutkan, “Kepala daerah menunjuk pelaksana harian apabila Sekda tidak bisa melaksanakan tugas kurang dari 15 (lima belas) hari kerja”.

“Hal ini menimbulkan tanda tanya besar terhadap keberadaan jabatan PLH Sekda karena pemberian waktu kerja untuk melaksanankan tugas selaku Sekda Maluku kepada Sadli sudah hampir masuki 6 bulan kerja,” ingat Tiven.

Dikatakan Tiven, rujukan aturan lain ialah ketentuan sebagaimana disebutkan juga dalam rumusan Pasal 11 ayat (1) Perpres bahwa “Penjabat sekretaris daerah berhenti bersamaan dengan aktifnya kembali sekretaris daerah melaksanakan tugas atau dilantiknya sekretaris daerah”.

Mencermati aturan tersebut, bisa dikatakan pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur selaku pemberi mandat telah melakukan perbuatan pemerintah yang tidak sesuai ketentuan didalam Peraturan perundang-undangan.

“Maka keberadaan pejabat defintif Sekda semestinya sudah harus dikembalikan kepada Kasrul Selang jika Kasrul selaku Sekda Maluku telah dinyatakan pulih atau sembuh dari Covid-19,” ungkap alumnus Politeknik Negeri Ambon itu.

Berkaitan hal diatas maka dapat dibilang, Pemprov lewat Gubernur Murad Ismail telah keliru dalam menjalankan roda pemerintahan, karena prinsipnya Badan dan/atau Pejabat Pemerintah dalam melaksanakan kewenangan wajib dilakukan dengan tetap berdasar ketentuan Peraturan perundanga-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Sebagaimana disebutkan dalam rumusan pasal 8 ayat (2) UU tentang Administrasi Pemerintahan. Serta ketentuan rumusan pasal 8 ayat (3) UU menyebutkan “Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan”.

“Keputusan untuk tetap mempertahankan PLH Sekda oleh Gubernur menunjukan beliau belum memahami sungguh birokrasi pemerintahan sehingga mesti banyak diajar tentang sistem birokrasi,” terang Tiven.

Ditegaskan, banyak hal yang bersifat strategis terkait tugas-tugas kedaerahan yang semestinya dilaksanakan Sekda, tetapi dengan masih dipertahankannya jabatan PLH sebagai pelaksanaan tugas rutin dari Sekda yang berhalangan sementara, pastinya akan turut mempengaruhi kinerja birokrasi.

“Melihat pula rumusan pasal 14 ayat (7) UU (vide Angka 3 huruf a angka 1 poin c Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2019), dikembalikannya jabatan defenitf kepada Kasrul sebagai Sekda Maluku dalam menjalankan tugas-tugas kedaerahan merupakan hal sangat penting,” harap Tiven.

Dengan demikian, Tiven menduga proses pelantikan Sadli Ie sebagai Sekda Maluku defenitif bakal dilakukan dalam waktu dekat.

“Jika ini terjadi, ada tiga kesimpulan dugaan. Pertama, tubuh birokrasi Maluku sarat kepentingan politik. Kedua, ada sentimen pribadi Gubernur terhadap Kasrul Selang dan ketiga, Gubernur tidak memahami betul aturan birokrasi pemerintahan,” pungkas Tiven. (MR-02)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed