AMBON,MRNews.com,- Kasatgas wilayah Maluku Densus 88 Anti Teror Polri, Kombes Pol I Wayan Sukarena, menghimbau generasi muda di Provinsi Maluku untuk lebih berhati-hati agar tidak terpapar paham radikalisme.
“Di era saat ini ada satu isu yang sangat serius yaitu radikalisme dan anti pancasila. Mereka ini merupakan orang-orang yang tidak mengakui NKRI. Dan ini bukan saja terjadi di Maluku tapi juga di wilayah lain di Indonesia,” ungkapnya.
Wayan katakan, pemahaman radikalisme dan terorisme tidak bisa dipisahkan dari moderasi beragama dan sikap intoleransi.
Menurutnya, semua agama ada di Maluku. Orang beragama telah menganggap bahwa keyakinannya itu yang terbaik. Olehnya, jangan sampai terbesit dalam pikiran kalau agama yang diyakini adalah paling terbaik dari agama lainnya.
“Karena pemikiran itu jadi pintu masuk pemahaman radikalisme yang berujung pada perilaku anti pancasila dan terorisme,” ingatnya saat menjadi narasumber dalam dialog publik yang digelar Polda Maluku dengan peserta dari mahasiswa dan pelajar se-Kota Ambon dan instansi terkait di aula kantor RRI Ambon, Kamis (7/9/23).
Ia menjelaskan, munculnya paham radikalisme di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari faktor global, faktor domestik maupun faktor lainnya di wilayah yang dapat berdampak kepada bangsa Indonesia.
“Seperti konflik di Timur Tengah, kemudian ada juga seruan jihad dari kelompok radikal yang meminta aksi balas dendam dan serangan ini juga sangat berpengaruh terhadap kelompok radikal yang ada di Indonesia, misalnya juga kejadian di Filipina di mana satu kawasan dikuasai oleh salah satu kelompok Abu Sayap, ini juga memicu adrenalin dari kelompok radikal yang ada di Indonesia,” ungkap I Wayan Sukarena.
Menurut Ketua FKPT Maluku, Dr. Abdul Rauf, paham radikalisme maupun teroris muncul bukan secara tiba-tiba. Ini akumulasi yang dilatar belakangi berbagai faktor baik internasional, global dan regional.
“Pencegahan terorisme harus lebih berorientasi pada memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hal apa dan bagaimana penyebab lahirnya paham ini,” jelasnya.
Ia mengaku, perkembangan media akhir-akhir ini juga sangat menghawatirkan. Ada sekitar 2000 media cetak namun yang terverifikasi hanya kurang lebih 320 yang tidak terdaftar. Begitu pula media Cybeer saat ini ada 43.300, namun yang terverifikasi cuma 2800.
“Sehingga bisa kita bayangkan di ujung jari kita saja ini bisa tersebar ke mana-mana suatu informasi, apalagi kemudian juga radio kita saat ini sekitar 670 sekian, lalu media televisi juga sekitar 600 lebih, dan saat ini semuanya berkembang dengan baik,” katanya.
Fenomena tersebut, lanjut Rauf, juga sangat mempengaruhi masyarakat. Karena menurutnya, para penyebar paham radikal selalu menggunakan media untuk menyebarkan paham mereka.
“Jadi semalas apapun seseorang dalam agamanya, jika agamanya disinggung pasti dia bangkit. Itu karena dia berada diatas dimensi rasional manusia. Seorang mahasiswa atau terpelajar yang didahulukan itu bukan ilmunya tapi adabnya. Beradablah anda lebih dahulu kemudian anda berilmu, karena ilmu tidak ada gunanya tanpa adab,” urainya.
“Anda boleh saja melayang-layang di langit tapi anda tidak punya adab, anda tidak punya harga. Jadi bagaimana kita beradab menghadapi perbedaan agama, bagaimana kita bijak dan saling menghargai maka disitu kedamaian akan tercipta,” jelasnya.
Mewakili OKP Cipayung, Abd Qhalik Lapalelo, Sekretaris HMI Maluku mengaku, untuk mencegah penyebaran pemahaman radikal tersebut pihaknya telah banyak bekerjasama dengan Polda Maluku dalam menjaga Kamtibmas yang kondusif.
“Kami dari OKP Cipayung Plus sudah lakukan beberapa kegiatan bersama bapak Kapolda Maluku dan terakhir kita buat diskusi, bertukar pikiran. Sebab saat ini di Maluku biasa terjadi konflik horizontal,” katanya.
Cipayung plus juga telah berkomitmen untuk bersama-sama menjaga perdamaian di Maluku. Tetap memberi kontribusi positif kepada Pemerintah Daerah dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Maluku.
Sementara Ketua Yayasan Maluku Merah Putih, Bakti Utomo atau akrab disapa Ayah Tomo oleh sesama rekan mantan Napiter yang juga pernah terlibat dalam aksi terorisme, dan kini telah menjadi warga Binaan Densus 88 AT Polri, menceritakan bagaimana awalnya dia direkrut sehingga terjerumus dalam aksi terorisme yang sangat berdampak bukan saja bagi dirinya namun bagi seluruh keluarga bahkan anak-anaknyapun rasakan akibat keterlibatannya.
Dia mengaku, hukuman yang dia terima di dalam penjara tidak berdampak besar baginya dan keluarga bila dibandingkan dengan sanksi sosial yang mereka terima.
“Saya minta agar generasi muda saat ini jangan coba-coba untuk menjerumuskan diri dalam kegiatan Radikalisme dan anti Pancasil,” pintanya.
Diia juga mengaku saat ini sangat mendukung dan bersama-sama Kepolisian dalam mencegah paham radikalisme dan anti Pancasila di wilayah Maluku.
“Apa yang sudah saya alami dulu itu menjadi pengalaman berharga tapi biarlah itu jadi pengalaman saya. Apa yang saya lakukan dahulu jangan diikuti. Sebab apa yang saya lakukan menghancurkan kehidupan saya terutama untuk keluarga saya,” ajaknya.
Utomo juga mengajak semua pihak untuk mendukung aparat dalam memberantas aksi terorisme di tanah air.
“Dulu itu saya menganggap polisi musuh saya. Namun setelah saya ditangkap dan penjara kemudian saya dibina tim Densus 88. Saya sadar dan paham kalau ternyata polisi bukan musuh malah mereka lakukan untuk keamanan. Mereka kini sahabat saya paling baik,” tandasnya. (MR-02)
Comment