AMBON,MRNews.com,- Tim Direktorat Reserse Kriminal Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku tuntas meminta keterangan untuk pertama kalinya mantan Bupati Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Muhammad Thaher Hanubun (MTH), Kamis (9/11).
Tak tanggung-tanggung, MTH diminta keterangan selama kurang lebih 10 jam Mulai dari pukul 09.30 hingga berakhir di pukul 19.30 WIT.
Usai diperiksa, mantan orang nomor satu di Kabupaten bertajuk Larvul Ngabal itu langsung keluar dari ruang tim pemeriksa di Ditreskrimsus lantai I tanpa berkomentar sedikit pun alias no comment.
Dari pantauan, Hanubun memang terlihat lelah. Sembari dikawal kuasa hukum dan puluhan pendukungnya yang hadir sejak pagi, dia lalu berjalan dan masuk ke mobil Avanza Silver bernopol DE 1269 AP untuk meninggalkan Mapolda Maluku yang lama itu.
Hanya orang dekatnya saja yang saat mengawal MTH, sempat keluarkan statemen singkat, bahwa kuasa hukum yang nantinya akan memberi keterangan kepada awak media.
“Nanti baru tim kuasa hukum yang kasi keterangan saja eee. Beliau capek jadi perlu istirahat yah. Okey yah,” cetus pria berbaju kaos oblong putih dengan topi biru itu.
Namun Lopianus Ngabalin, kuasa hukum MTH juga masuk semobil dengan kliennya dan tak berikan pernyataan pers sedikit pun terkait materi pemeriksaan kliennya itu selama kurang lebih 10 jam di ruang tim Ditreskrimsus.
Diberitakan sebelumnya, selain MTH, ada juga tiga bekas anak buahnya yakni, Sekda Malra, A Yani Rahawarin, Kepala BPKAD Rasyid dan Kepala Dinas Infokom Antonius Kenny Raharusun yang hari ini ikut hadir memenuhi panggilan.
Mereka hadir untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi dana Covid-19 di Kabupaten Malra tahun anggaran 2020.
Menariknya, kehadiran mantan orang nomor satu di Kabupaten Malra ini langsung didampingi pengacaranya Lopianus Ngabalin. Ia juga ditemani puluhan pendukung setianya.
Mengenakan kemeja lengan pendek berwarna gelap, MTH langsung masuk untuk menjalani pemeriksaan sekitar pukul 09.30 WIT.
Sedangkan puluhan pengikutnya hanya berdiri mengawasi diluar markas penyidik.
Dua jam lebih diperiksa penyidik, MTH keluar ruangan sekira pukul 12.15 WIT untuk makan siang di kantin bagian belakang kantor Ditreskrimsus.
Mantan anggota DPRD Maluku itu kembali lagi ke ruang penyidik sekira pukul 13.23 WIT untuk lanjutkan pemeriksaan.
MTH hanya tersenyum sambil mengangkat tangan ke arah Wartawan yang mencoba untuk wawancara.
“Nanti saja ee, masih lanjut lagi,” katanya singkat sambil terus berjalan.
Hingga saat ini, proses pemeriksaan terhadap MTH, mantan Sekda Malra, dua pimpinan OPD lainnya masih berjalan.
Kasus ini masih tahap penyelidikan.
Sebelumnya penyidik dari Ditreskrimsus telah mengundang beberapa OPD untuk dimintai klarifikasi di Polres Malra beberapa waktu lalu, termasuk mantan Bupati MTH yang dijadwalkan Senin 6 November 2023.
“Namun bertepatan ada agenda sidang istimewa DPRD Malra dalam rangka serah terima jabatan Pj Bupati Malra, maka mantan Bupati Malra dan sejumla OPD yang diundang dijadwalkan ulang dalam minggu ini,” tandas Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Rum Ohoirat, Senin lalu.
Untuk diketahui, penggunaan dan pemanfaatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan TA 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019, diduga tidak dapat dipertanggunjawabkan.
Dana Rp 52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Covid-19, namun malah diduga dialihkan Bupati Malra.
Dana tersebut ternyata digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan, adalah sebesar Rp 52 miliar.
Ternyata berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar.
Dengan demikian, terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp 16 miliar.
Anggaran Rp 52 miliar itu bersumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada pos peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.
Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Kesehatan TA 2020 senilai Rp5,796.029.278,51 yang digunakan untuk belanja bahan habis pakai, juga ada sisa dana yang tidak bisa dirinci penggunaannya, senilai Rp Rp3.196.029. 278,51.
Hal ini diperkuat dengan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020, yang menemukan belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Kasus ini sebelumnya telah dilaporkan masyarakat ke Kejati Maluku pada bulan Oktober 2021 lalu. Koalisi pimpinan partai politik di Kabupaten Malra juga mengajukan surat permintaan percepatan pengusutan dugaan korupsi tersebut.
Sejumlah kejanggalan yang ditemukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya.
Disamping itu, pencatatan jumlah barang masuk pada kartu stok tidak sesuai dengan berita acara serah terima, serta pemeriksaan barang tidak dilakukan secara detail.
Tindakan ini dinilai melanggar keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No. 119/2813/SJ No:177/KMK 07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional serta Instruksi Menteri Dalam Negeri No: 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid di lingkungan Pemerintah Daerah. (MR-02/RRI)
Comment