AMBON,MRNews.com,- Sinkronisasi tiga pihak sentral yakni pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mencapai realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Maluku, serta menggaet investor masuk ke tanah raja-raja.
Hal itu ditegaskan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI Bahlil Lahadalia kepada Mimbar Rakyat di Ambon, Sabtu (20/8).
Bahlil mengaku, realisasi investasi untuk seluruh Indonesia sudah mencapai 58,5 persen dari total target 1200 Triliun. Sedangkan untuk Maluku kurang lebih sekitar Rp 1 Triliun.
“Kenapa target investasinya (Maluku-red) tidak sebesar daerah lain?. Karena investasi hilirisasi sekarang itu yang kita galakkan,” tegasnya.
Di Maluku ini, akui Bahlil, proses hilirisasi untuk tambang belum berjalan. Oleh sebab itu pihaknya pun sekarang lagi mengupayakan untuk memberikan skala prioritas, akan tetapi harus ada kerjasama.
“Kerjasamanya antara siapa?, tentu pemerintah daerah dan masyarakat. Karena ini investasi, dananya bukan dana dari APBN. Jadi kalau orang mau penanaman modalnya di suatu daerah, maka daerah itu harus clear and clean dalam konteks stabilitas,” ungkapnya.
Kedua tentu sambung Bahlil, adalah kolaborasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dan ketiga terkait persoalan sumber daya yang mau dikelola.
“Karena kalau kita mau membangun industri di Maluku, listrik kita kan belum cukup untuk mencover. Sehingga mau tidak mau kita butuh investasi yang gede,” beber mantan Ketua Umum BPP HIPMI itu.
Oleh sebab itu, Bahlil pun menyarankan agar memang penting untuk dilakukan sinkronisasi.
“Kata kunci dari semua itu adalah sinkronisasi (pemerintah daerah dan pusat, masyarakat dan swasta),” tegasnya didampingi mantan Ketua Umum BPD HIPMI Maluku yang saat ini masuk di jajaran pengurus BPP HIPMI dan DPP KADIN, Jaqueline Margareth Sahetapy.
Sinkronisasi tiga pihak ini penting, karena tak bisa hanya bergantung pada pemerintah pusat saja.
“Sampai ayam tumbuh gigi pun, kalau cuma mau harap pemerintah pusat, nggak bisa.
Kita mau datangkan investasi di pemerintah pusat tapi di daerah tidak merespons baik, mau jadi apa?. Begitu juga pemerintah daerah merespons dengan baik tapi kalau rakyatnya nggak mau, mau jadi apa?,” timpalnya.
Artinya menurut Bahlil, tidak boleh ada pihak yang saling menyalahkan. Karena seyogyanya butuh kolaborasi. “Nggak perlu ada arogansi. Harus ada kolaborasi,” aku Bahlil.
Namun ketika disinggung soal konteks di Maluku bahwa masalah klasik banyak terkait sengketa tanah yang bisa berujung konflik, jelas bisa jadi penghambat investasi berkembang, Bahlil tekankan itu merupakan tugas pemerintah daerah untuk memberi pemahaman yang baik kepada masyarakat pemilik tanah.
Artinya sambung pria asal Papua yang juga memiliki darah Maluku ini, setiap investasi yang masuk itu, investor berkewajiban untuk membayar tanah tapi tentu harganya yang masuk akal.
“Kalau harganya dibuat-buat yah investor akan lari untuk mencari investasi di tempat lain yang harganya lebih ekonomis. Dalam konteks ini tentu saya bukan saja bicara Maluku saja tapi semua, seluruh Indonesia,” pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, menurut laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagaimana dikutip dari laman databoks.kata data.co.id, realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di wilayah Maluku dan Papua merupakan yang terendah pada kuartal I-2022, yakni senilai Rp 642,9 miliar.
Angka tersebut jauh dibawah realisasi investasi PMDN di wilayah Jawa yang mencapai Rp72,88 triliun sepanjang kuartal I-2022. Realisasi investasi di pulau terpadat Indonesia ini merupakan yang tertinggi nasional.
Sumatera menempati peringkat kedua dengan realisasi investasi PMDN Rp 33,72 triliun per kuartal I-2022. Diikuti wilayah Kalimantan Rp 19,40 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp 4,99 triliun, dan Sulawesi Rp 3,53 triliun.
Adapun total realisasi investasi Indonesia mencapai Rp282,4 triliun pada kuartal I-2022. Terdiri dari realisasi investasi PMDN Rp135,2 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp147,2 triliun.
Berdasarkan sektor, aliran investasi yang paling dominan pada kuartal I-2022 masuk ke industri logam dasar, barang logam bukan mesin, dan peralatannya, yakni sebesar Rp 39,7 triliun. (MR-02)
Comment